Korupsi di negeri ini
semakin parah. Bukan hanya merambah ke pelosok daerah, tetapi yang paling
menyedihkan karena korupsi semakin liar di kalangan pejabat. Hal itu terjadi
karena partai politik (parpol) melalui elitenya yang duduk di legislatif dan
ekseskutif akan berlomba mencari dana untuk memenuhi kebutuhan logistik pemilu
2014.
Tanpa bermaksud
menghakimi, tetapi indikasi para aktor politik yang akan berlomba mencari dana
kampanye secara tidak halal. Dalam kondisi seperti itu, biasanya yang memiliki
kekuasaanlah yang paling berpeluang mencari logistik pemilu dengan mengakali
anggaran negara (APBN dan APBD) dengan beragam cara.
Kita patut mengapresiasikan
langkah KPK yang tidak terpengaruh pada posisi seseorang yang diduga melakukan
korupsi. Ketegasan, independen, dan keberanian KPK dalam mengungkap kasus
korupsi yang melibatkan elit politik dan kekuasaan, bukan tanpa garansi. KPK
diberi wewenang luar biasa, sehingga KPK tidak boleh terbelenggu oleh
kepentingan politik sebab hampir semua pelaku korupsi selalu terkait dengan
dunia politik.
KPK harus lebih garang
menggiring elite politik yang cukup bukti melakukan korupsi ke ruang pengadilan.
Dalam kasus Hambalang mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum sudah
dijadikan tersangka, tetapi sempat menimbulkan hiruk-pikuk akibat dokumen surat
perintah penyidikan (sprindik) bocor di ruang publik. Komite Etik KPK juga
sudah memutuskan bahwa Ketua KPK, Abraham Samad diberikan “peringatan tertulis”
padahal tidak terbukti secara langsung terlibat pada pembocoran sprindik.
Abraham diberi
peringatan tertulis “harus memperbaiki sikap, tindakan, dan perilaku, yakni
memegang teguh prinsip keterbukaan, kebersamaan, perilaku yang bermartabat dan
berintegritas, mampu membedakan hubungan yang bersifat pribadi dan professional,
dan menjaga ketertiban dalam
berkomunikasi dan kerahasiaan KPK”. Putusan Komite Etik ini menimbulkan reaksi
sejumlah kalangan, sebabterdapat kesan
memecah-belah keutuhan kolektif-kolegial pimpinan KPK. Bocornya sprindik yang
kemudian ada yang memanfaatkannya untuk menyudutkan Abraham Samad sebagai Ketua
KPK, merupakan bentuk serangan dengan “pola baru” bagi KPK.
Negeri ini harus
dimerdekakan dari perilaku korupsi. Semua komponen bangsa harus bersatu
memerangi korupsi. Jangan membebankan sepenuhnya kepada KPK, kepolisian, dan
kejaksaan. Optimisme harus dibangun, sebab rakyat pemilik kedaulatan tertinggi dan
wajib mengamankan uang rakyat dari tangan jahil. Genderang perang terhadap
koruptor harus terus ditabu, termasuk memberi sanksi bagi calon legislatif dan
parpolnya yang banyak terlibat korupsi dengan tidak memilihnya pada pemilu
2014.
Rakyat sangat muak
dengan perilaku elite politik dan kekuasaan yang hampir setiap hari diungkap di
ruang publik melakukan korupsi. Maka itu, hukum harus lebih bertenaga
melawannya dan tidak boleh ada rasa takut sedikitpun. Kita berharap agar rakyat
pemilih tidak menggadaikan hak politiknya kepada politisi busuk. Tanda-tanda
politisi busuk bukan hanya suka korupsi dan menggunakan narkoba, tetapi juga
yang malas mengikuti sidang, malas turun mengunjungi rakyat untuk menyerap
aspirtasi, serta sembunyi saat pengunjuk rasa ingin menemuinya untuk
menyampaikan aspirasi.
No comments:
Post a Comment